Kamis, 23 Oktober 2008

retorika dakwah

Be a good Moeslim

Menuju Pribadi Muslim Sejati yang Bertaqwa

Retorika dalam Berdakwah

Posted by masayok on December 20, 2006

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang haq (dienul Islam) untuk mengatur seluruh aspek kehidupan kita. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta keluarganya, para sahabatnya dan kita yang senantiasa mengikuti sunahnya hingga hari kiamat.
Islam adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sistem hidup dan sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia. Firman Allah Swt:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu..” (QS. An-Nahl [16]: 89)

Ini berarti, perkara apapun ada hukumnya, dan problematika apa saja, atau apapun tantangan yang dihadapi kaum Muslim, akan dapat dipecahkan dan dijawab oleh Dinul Islam.
Keharusan mengikuti syariat Islam, terutama jejak langkah yang pernah ditempuh oleh Rasulullah saw, telah ditegaskan oleh firman Allah Swt:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakanlah, ‘Inilah jalan (dakwah)-ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada (agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang nyata..” (QS. Yusuf [12]: 108)

Setiap muslim mempunyai kewajiban untuk menyampaikan dakwah Dienul Islam kepada muslim lainnya. Untuk itu proses dan pelatihan untuk menjadi dai atau mubaligh mutlak untuk dilakukan agar perubahan di masyarakat dapat terealisasi dengan cepat. Dalam menyampaikan dakwahnya, seorang dai yang berperan sebagai khatib dan mubaligh harus memahami berbagai metode dalam berdakwah agar sukses dalam penyampaiannya.
Oleh karena itu, khatib dan mubalig yang berkualitas menjadi semakin dibutuhkan oleh kaum muslimin. Masyarakat memang merasakan kurangnya jumlah khatib dan mubalig yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tidak sedikit kaum muslimin, baik pengurus masjid, pengurus majelis taklim, pengurus kerohanian Islam di perkantoran, kampus maupun jamaah biasa yang merasakan kurang memadainya kualitas dan kuantitas khatib dan mubalig. Banyak sekali keluhan mereka terhadap penampilan para khatib dan mubalig, mulai dari moralitas atau akhlak yang kurang sesuai, wawasan yang kurang luas hingga kemampuan atau keterampilannya dalam dakwah yang kurang memadai.Dalam modul training ini diberikan metode terpadu kepada para khatib dan mubalig, bagaimana agar mereka berhasil dalam menyampaikan materi dakwahnya. Ada tiga kriteria pokok yang harus dipahami oleh para dai yang berperan sebagai khatib dan mubalig
Pertama, memiliki kepribadian Islam yang tangguh sehingga pola pikir dan pola sikapnya bisa diteladani oleh kaum muslimin karena tidak ada kontradiksi dalam dirinya antara pesan-pesan dakwah yang disampaikan dengan sikap dan perilakunya sehari-hari. Tidak dimilikinya kepribadian Islam yang utuh pada diri seorang dai, bukan hanya membuat dakwahnya tidak bisa menggerakkan jamaah untuk beramal, tapi juga ia tidak memiliki izzah ‘harga diri’ di hadapan jamaah dan Allah swt. amat murka kepadanya.
Kedua, wawasan yang luas, baik yang terkait dengan ajaran Islam itu sendiri yang memang menjadi tema utama dalam dakwah yang dilakukan maupun wawasan kekinian dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa menjadi penunjang dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Bila seorang khatib dan mubalig tidak memiliki wawasan yang luas, khususnya tentang ajaran Islam, maka hal ini sangat berbahaya, karena ia akan menjelaskan ajaran Islam yang sempit kepada jamaahnya yang membuat jamaahnya tidak memahami ajaran Islam secara utuh dan akibat selanjutnya adalah mengutamakan satu aspek dan mengabikan aspek lainnya dalam mengamalkan ajaran Islam.
Ketiga. Kemampuan atau keterampilan (skill) dakwah sehingga bila ia berdakwah dengan cara berkhotbah atau berceramah, khotbah dan ceramahnya itu menarik, enak di dengar dan jamaah antusias untuk mendengarkannya, karena memang mudah dipahami. Ada porsi yang seimbang antara bobot keilmuan dari ceramah dan khotbahnya itu dengan gaya yang ditunjukkan. Karena itu bukan mubalig yang berkualitas bila ia hanya pandai melawak di atas podium tanpa ada kadar yang bisa diserap oleh jamaah, juga bukan mubalig yang berkualitas bila ia bisa menyampaikan ceramah dengan bobot keilmuan yang tidak perlu diragukan tapi jamaahnya tidak paham dengan apa yang disampaikan karena sebagian besar tidur saat ceramah/khotbah berlangsung.
Insya Allah, dengan modul Training Dai (bekal menjadi khotib dan mubalig) dan simulasi pelatihan langsung yang difasilitasi oleh para fasilitator dari Badan Wakaf Al Qur’an dapat mewujudkan para dai yang penuh keikhlasan dan wibawa dalam mendakwahkan Islam.

TANGGUNG JAWAB DAKWAH

Secara harfiah, dakwah berasal dari kata da’a, yad’u da’watan yang artinya ‘panggilan, seruan, atau ajakan’. Maksudnya adalah mengajak dan menyeru manusia agar mengakui Allah swt. Sebagai Tuhan yang benar, lalu menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan-ketentuan-Nya yang tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah. Dengan demikian, target dakwah dalam mewujudkan sumber daya manusia yang bertaqwa kepada Allah swt. Dalam arti yang seluas-luasnya.
Dalam kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan umat Islam, dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting. Dengan dakwah, bisa disampaikan dan dijelaskan ajaran Islam kepada masyarakat sehingga mereka menjadi tahu mana yang haq dan mana yang batil itu, tapi juga memiliki keberpihakan kepada segala sesuatu bentuk yang haq dengan segala konsekuensinya dan membenci yang batil sehinga selalu berusaha menghancurkan kebatilan. Manakala hal ini sudah terwujud, maka kehidupan yang baik (hasanah) di dunia dan akhirat akan dapat dicapai.

KEWAJIBAN DAKWAH
Karena dakwah memiliki kedudukan yang sangat penting, maka secara hukum dakwah menjadi kewajiban yang harus diemban oleh setiap muslim. Ada banyak dalil yang bisa kita jadikan rujukan untuk mendukung pernyataan wajibnya melaksanakan tugas dakwah, baik dari Al-Qur’an maupun hadist Nabi. Di antaranya adalah dalil berikut ini.

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. AN Nahl 125).

“ Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran :104)

“ Kamu adalah umat termbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah…” (Ali Imran:110)

“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Tarmidzi)

KEUTAMAAN DAKWAH
Manakala dakwah bisa kita tunaikan dengan sebaik-sebaiknya, banyak keutamaan yang akan kita peroleh, antara lain sebagai berikut. Pertama, memperoleh derajat yang tinggi di sisi Allah dengan dikelompokkan ke dalam kelompok umat yang terbaik (khairu ummah) sebagaimana yang disebutkan pada surah Ali Imran: 110 di atas.

Kedua. Memperoleh pahala yang amat besar. Hal ini karena dalam satu hadist Rasulullah saw. Disebutkan ,

”Barang siapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Tarmidzi)

Namun perlu diingatkan bahwa hadist di atas jangan sampai disalah pahami sehingga sesesorang hanya mau berdakwah dengan pahala yang besar, lalu tidak mau mengamalkan apa yang didakwahkannya itu. Apabila itu yang terjadi, tentu murka Allah yang lebih besar yang akan kita peroleh. Hadist di atas merupakan keutamaan dan suatu keutamaan sebesar apapun yang kita peroleh tidak akan sampai bisa mengugurkan kewajiban yang harus kita tunaikan.
Ketiga, dakwah yang baik juga berarti telah dapat membuktikan keimanan pribadi seorang dai yang benar, karena dakwah yang baik adalah dakwah yang disampaikan setelah diamalkannya, bukan kontradiksi antara pesan dakwah dengan prilaku sang dai. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (ash-Shaff:2-3)

Keempat, memperoleh keberuntungan, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat sebagaimana sudah disebutkan dalam surat Ali Imran:104 di atas.
Kelima, terhindar dari laknat Allah. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya,

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari bani Israel dengan lisan Dawud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” (al-Maa’idah:78-79)

Keenam, memperoleh rahmat atau kasih sayang Allah. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat didambakan oleh seorang muslim dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat, hal ini difirmankan Allah swt.,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. At Taubah 71).

Maka disinilah urgensi dakwah Islam sebagai mabda/ideologi. Biar kita terbebas dari bencana. Allah SWT memberikan warning kepada kita semua dalam firman-Nya:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.(QS. Al Anfal 25).

Rasul pun memberikan peringatan kepada kita. Beliau saw. bersabda:
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُسَلِّطَنَّ عَلَيْكُمْ شِرَارُكُمْ فَيَدْعُوْا خِيَارُكُمْ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ
“Hendaklah kalian benar-benar menyuruh perbuatan yang ma’ruf dan benar-benar melarang perbuatan yang munkar, atau (bila tidak kalian lakukan) Allah akan menjadikan orang-orang jahat di antara kalian berkuasa atas kalian semua (yang akibatnya banyak sekali kejahatan dan kemungkaran diperbuatnya) lalu orang-orang yang baik di antara kalian berdoa (agar kejahatan dan kemungkaran itu hilang) maka doa mereka (orang-orang baik itu) tidak diterima” (HR. Al Bazzar dan At Thabrani).

Jelaslah bahwa dakwah mengubah pola pikir masyarakat agar mengadopsi ideologi Islam adalah yang paling urgen dan harus dikerjakan segera hari ini. Dan dakwah model itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam sejarah perjuangan dakwah beliau saw. yang juga dilanjutkan oleh para sahabat di bawah pimpinan para khulafaur rasyidin

KARAKTER SEORANG DAI

Dakwah adalah proses mengkomunikasikan materi dakwah kepada sasaran dakwah. Oleh karena itu, harus ada pelakunya, yaitu seorang dai atau pengemban dakwah (hamilud dakwah). Seorang dai tentu harus mempersiapkan diri dalam melakukan aktivitas dakwah. Disamping penguasaan materi dakwah dan teknik-teknik presentasi dan komunikasi untuk penyampaian materi dakwah, seorang dai harus mempersiapkan diri dengan membentuk karakter dai atau pengemban dakwah dalam dirinya, sehingga menjadi sifat yang melekat yang senantiasa menjadi akhlak dan perilakunya sehari-hari baik saat ia menyampaikan dakwah maupun saat ia melaksanakan tugas-tugas kehidupan lainnya. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?”(QS. Fushilat 33).

Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa dakwah kepada Allah maksudnya adalah menyeru para hamba Allah kepada Allah. Sedangkan mengerjakan amal saleh maksudnya bahwa seorang dai yang menyeru manusia kepada Allah itu juga mendapatkan hidayah dari apa yang dia katakan dan kata-katanya itu bermanfaat bukan hanya kepada orang lain, tapi juga kepada dirinya sendiri. Seorang dai itu bukanlah orang yang memerintahkan orangkepada perbuatan yang ma’ruf sementara dia sendiri tidak mengerjakannya. Juga dia bukanlah orang yang mencegah perbuatan munkar sedangkan dia sendiri mengerjakannya. Seorang dai tunduk pada perbuatan baik yang dia dakwahkan dan meninggalkan perbuatan buruk dan menyeru manusia kepada AL Khaliq Tabaraka wa Ta’ala. Ayat ini bersifat umum pada setiap orang yang menyeru kepada kebaikan (Islam) dan dia sendiri mendapatkan petunjuk dan rasulullah saw. adalah manusia yang paling utama melakukan hal itu. Abdur Razaq mengatakan dari Ma’mar dari Al hasan al Bashri bahwa dia telah membaca ayat di atas lalu berkata:
هذا حبيب الله هذا ولي الله هذا صفوة الله هذا خيرة الله هذا أحب أهل الأرض إلى الله أجاب الله في دعوته ودعا الناس إلى ما أجاب الله فيه من دعوته وعمل صالحا في إجابته وقال إنني من المسلمين هذ خليفة الله.
Ini adalah orang yang dicintai Allah. Ini adalah wali Allah. Ini adalah pilihan atau teman sejati Allah. Ini adalah pilihan Allah. Ini adalah penduduk bumi yang paling dicintai Allah. Allah menjawab seruannya dan dia menyeru manusia kepada apa yang dijawab (diterima) Allah dari dakwahnya dan beramal salih dalam menjawab seruan Allah dan mengatakan aku termasuk orang muslim. Ini adalah wakil Allah.
Dengan demikian jelaslah betapa mulianya kedudukan seorang dai. Dan betapa seorang dai yang memiliki integritas antara ucapan dan perbuatannya merupakan orang-orang pilihan yang dalam bahasa Imam Al hasan Al Bashri (seorang Imam yang sangat tterkenal di masa Khalifah Harus al Rasyid di Baghdad) orang-orang seperti dia gelari dengan habibullah (kekasih Allah), waliyullah (wali Allah), shafwatullah (pilihan Allah) , khairatullah (pilihan Allah), dan khalifatullah (wakil Allah).

Bagaimana menjadi seorang dai yang memiliki integritas antara kata dan perbuatannya? Apa saja karakter yang mesti dimiliki seorang dai yang mengajak manusia kepada jalan Allah, kepada dinul Islam, dengan metode dakwah Islam tanpa kekerasan sebagaimana yang dicontohkan rasulullah saw.? Bagaimana cara mebentuk karakter itu dan bagaimana cara merawathnya? Tulisan ini mencoba menguraikannya.

Rasulullah saw. Teladan para pengemban dakwah

Tentu saja karakter dakwah yang mesti dimiliki para dai adalah karakter yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam dakwahnya, karena sesungguhnya beliau saw. adalah teladan para pengemban dakwah. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al Ahzab 21).

Rasulullah saw. adalah orang yang menjadikan iman kepada apa yang diwahyukan kepadanya sebagai modal utama dalam berdakwah. Dengan itu beliau memiliki karakter-karakter pengemban berdakwah yang khas, seperti berani, terus terang, tegas, bersikap menantang, tidak kompromi terhadap kekufuran, memiliki cita-cita dan kesungguhan, optimis akan datangnya pertolongan dan kemenangan, memiliki keteguhan jiwa, serta menjalankan aktivitas dakwah penuh dengan kesabaran.
Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw. untuk menyampaikan dakwah kepada-Nya dan menjalani metode yang telah digariskan oleh-Nya. Allah SWT berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.(QS. Tususf 108).
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa Allah SWT berfirman kepada rasul-Nya saw. kepada golongan jin dan manusia, memerintahkannya untuk mengabarkan kepada manusia bahwa ini adalah jalannya, yaitu metode dan jalan yang ditempuhnya serta sunnahnya, yakni dakwah kepada syahadat (pengakuan) bahwa tiada tuhan kecuali Allah yang Esa yang tiada sekutu baginya, menyeru kepada Allah dengan dakwah yang jelas, dengan keyakinan dan hujjah yang nyata. Dan setiap orang yang mengikuti beliau saw. menyeru kepada apa yang diserukan rasulullah saw. dengan hujah dan keyakinan serta argumentasi yang rasional (aqli) maupun legal (syari’I).
Dengan demikian karakter pertama harus dimiliki oleh seorang dai adalah percaya dan yakin terhadap Islam yang dia dakwahkan, dakwah yang dia serukan hanyalah kepada Allah semata, dan metode yang dakwah yang dia jalankan adalah metode (thariqah) bimbingan wahyu yang telah dijalani Rasulullah saw. Dengan demikian dia tidak mudah tergiur atau tergoda dengan metode-metode lain yang ditawarkan. Sekalipun kelihatannya metode-metode yang tidak dicontohkan Rasulullah saw. kelihatannya lebih dekat kepada keberhasilan. Namun sesungguhnya keberhasilan yang digambarkannya pastilah sebuah fatamorgana. Keyakinan kepada Islam sebagai metode kehidupan yang harus diperjuangkan agar terwujud dalam kehidupan nyata itulah yang membuat Rasulullah saw. dan para sahabat yang mengikuti beliau saw. dalam perjuangan senantiasa optimis, tegar, sabar, dan berani dalam perjuangan. Mereka telah menempuh jalan perjuangan yang panjang, baik periode pembinaan, periode pergolakan pemikiran dan perjuangan politik, maupun periode penerapan syariah, pembelaan negara, dan jihad fi sabilillah yang memerlukan ketegaran dan kekuatan fisik untuk membela tegaknya Islam sebagai mabda.
Karakter kedua yang mesti dimiliki seorang dai adalah berani dan terus terang. Rasulullah saw. adalah model pengemban dakwah yang pemberani. Tidak ada yang beliau takuti selain Allah SWT. Tatkala beliau saw. masih seorang diri, tiada penolong (selain Allah), pendukung dan pembela, tidak ada harta dan senjata selain keimanan yang teguh kepada-Nya, tidak bekal kecuali keyaninan yang bulat bahwa Allah SWT pasti menolongnya, Rasulullah saw. telah menyampaikan dakwah islam secara terus terang. Pernah suatu ketika Abu Jahal melarang beliau saw. shalat di Ka’bah, tapi beliau saw. tidak mempedulikannya. Beliau saw. bahkan mengulangi lagi shalat di Ka’bah. Dengan keberanian yang tinggi itulah beliau saw. dapat menghadapi berbagai makar para pemimpin Quraisy. Pernah suatu ketika tatkala para pemimpin Quraisy itu berusaha mengancam, menghalangi, dan menyakiti beliau yang sedang melaksanakan Thawaf, Rasul pun berkata kepada mereka:
“Dengarlah wahai kaum Quraisy, demi Dzat yang nyawaku ada di tangannya, aku ingatkan kalian bahwa suatu ketika aku akan membunuh kalian” (lihat Sirah Ibnu Hisyam, Juz I/90).

Ya, tanpa keberanian rasulullah saw. pasti tidak mampu berterus terang akan missi dakwah yang diembannya, apalagi beliau menghadapi situasi dan kondisi yang terkungkung di dalam kemusyrikan dan kejahiliyahan. Tanpa keberanian, bahkan Rasulullah saw. tak akan berani menyampaikan dakwahnya secara terus terang kepada keluarganya sendiri. Namun dengan keyakinannya kepada islam yang beliau bawa, Rasulullah saw. memiliki keberanian untuk menyampaikan mabda yang diembannya. Beliau saw. mengumpulkan keluarganya dan penduduk Mekkah menyampaikan secara terus terang: “Sesungguhnya seorang pemimpin tidak akan membohongi kaumnya. Demi Allah, bahkan andaikan aku berdusta kepada segenap manusia, aku tidak akan berdusta kepada kalian. Juga, andaikan aku mampu menipu manusia seluruhnya, aku tidak mungkin menipu kalian. Demi Allah yang tidak ada tuhan kecuali Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kalain khususnya dan kepada manusia seluruhnya. Demi Allah kamu akan mati sebagaimana kamu tidur dan kamu akan dibangkitkan sebagaimana kamu bangun tidur, dan akan dihisab segala perkara yang kamu kerjakan dan akan dibalas dengan kebaikan segala amal baikmu dan dibalas keburukan segala amal burukmu. Balasan itu berupa surga yang kekal atau neraka yang langgeng” (lihat Sirah Halabiyah , Juz I/459).

Karakter ketiga yang mesti dimiliki seorang pengemban dakwah adalah bersikap tegas dan menantang. Tidak berarti kasar dan main fisik. Tapi tegas dalam menyampaikan ide-ide dakwah, tegas dalam menyampaikan hukum dan pendapat Islam serta tidak ada kompromi terhadap ide-ide yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Islam memang tidak dikompromikan, dicangkokkan, dan disejajarkan dengan ide-ide kufur, tapi justru harus ditempatkan ppada tempatnya sebagai agama yang dimenangkan Alah atas agama lain-lain. Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.(QS. At Taubah 33).
Sepanjang perjalanan dakwah Rasulullah saw. bersikap menantang dan siap melayani tantangan kafir Quraisy, menghadapi Yahudi maupun Nasrani. Ayat-ayat Al Quran yang turun menggambarkan bagaimana sikap dakwah itu. Misalnya saja tantangan Al Quran ke pada orang-orang Quraisy untuk membuat satu surat yang semisal dengan Al Quran. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(QS. Al Baqarah 23).

Berbagai makar yang dilakukan oleh orang-orang kafir merespon dakwah Rasulullah saw. pada hakikatnya merupakan tantangan yang dihadapi oleh beliau saw. dengan pertolongan Allah. Dia SWT berfirman:
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.(QS. At Taubah 32).

Karakter keempat yang harus dimiliki seorang dai adalah optimis dan memiliki kesungguhan. Rasulullah saw. dalam dakwah, sekalipun masih sendiri, sekalipun belum memiliki pendukung beliau saw. optimis bahwa Islam akan menang. Abbas bin Abdul Muthalib ketika di Ka’bah menerima tamu orang-orang Arab yang pergi haji, dia mengatakan : Itu Muhammad, dia mengatakan agama yang dibawanya akan menguasai Romawi dan Persia. Yang itu Khadijah Istrinya dan yang itu lagi, Ali, sepupunya. Mereka mendukung apa yang dikatakan Muhammad. Rasulullah saw. memang menyatakan kepada keluarganya bahwa apabila mereka menerima Islam yang beliau bawa, mereka akan dipertuan oleh manusia. Bahkan beliau saw. masuk keluar pasar sambil mengatakan kalimat yang singkat dan tegas:
قُوْلُوْا لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ، تُفْلِحُوْا
“Ucapkanlah tiada Tuhan kecuali Allah, niscaya kalian menang!”.
Namun Rasulullah saw. bukan orang yang berilusi. Tapi beliau saw. memang memiliki jiwa yang optimis dan serius tentang tujuan dan cita-cita dakwahnya. Beliau saw. Bekerja siang malam dari hari-ke hari terus berjuang menyampaikan risalah menegakkan kalimat tauhid. Beliau saw. mengajak keluarga dan teman-teman dekatnya, mengajak mereka semua kepada Islam. Beliau saw. membina orang-orang yang tertarik kepada Islam, bahkan beliau konsentrasikan pembinaan di rumah Al Arqam bin Abil Arqam. Beliau saw. membacakan Al Quran kepada mereka, mengajarkan isinya, membina mereka untuk menghafal Al Quran, dan mengajar mereka untuk memahamkan mereka Islam. Beliau saw. terus maju bergerak dalam dakwah. Sejak awal beliau saw. serius menyampaikan kepada keluarga dan masyarakatnya tentang kerasulan beliau saw. dan tentang risalah Islam yang berbeda 180 derajat dengan paganisme dan kultur jahiliyah yang menyelimuti masyarakat Mekkah waktu itu. Bahkan tatkala Rasul bersama para sahabat mengumumkan kelompok dakwahnya di Ka’bah, menghubungi berbagai keluarga dan kabilah, menghubungi orang-orang berpengaruh yang datang ke Mekkah, itu semua adalah bentuk kesungguhan yang dilakukan beliau saw.
Seorang dai dengan keyakinan akan kebenaran mabda yang diembannya dan metode dakwah yang diadopsinya dari teladan Rasulullah saw. optimis bahwa Islam pasti tegak kembali sekalipun menghadapi dominasi Kapitalisme dan sistem demokrasi. Seorang dai juga sungguh-sungguh menempuh jalan dakwahnya sekalipun pada awalnya ide-ide yang dibawanya terasa asing di masyarakat dan lebih banyak yang menentang daripada yang mendukungnya. Pengemban dakwah yakin, kesungguhannya menempuh berbagai kesulitan, halangan, dan rintangan akan membawa hasil dan kemudahan bagi tegaknya Islam dan kemenangan dakwah.
Karakter kelima yang harus dimiliki seorang dai adalah memiliki keteguhan jiwa dan kesabaran dalam menghadapi segala tantangan, halangan, maupun rintangan dakwah. Rasulullah saw. dan para sahabatnya adalah orang-orang yang tahan banting di dalam perjuangan. Para sahabat yang lemah mendapatkan banyak gangguan dan penyksaan. Tapi mereka tetapp teguh mengemban mabda yang diyakininya. Bilal bin Rabbah ditindih batu di panas terik. Yasir dan istrinya, Sumayyah, disiksa sampai mati. Khabab bin AL Art ditusuk besi panas peralatan pandai besi. Namun semua mereka bersabar. Tatkala Rasulullah saw. menyaksikan dengan mata kepala beliau saw. sendiri bagaimana penyiksaan kepada keluarga Yasir beliau saw. bersabda:
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian adalah surga”. Sumayyah, istri Yasir pun dengan tegar berkata: “Kami telah melihatnya dengan nyata, wahai Rasulullah!”.
Tatkala Khabab bin Al Art mengadukan penyiksaan orang-orang Quraisy (Khabab adalah budak orang-orang Quraisy yang pekerjaan sehari-harinya adalah pandai besi) yang menusukkan besi panas ke punggungnya, dan bertanya kepada beliau saw. : Apakah engkau tidak berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah untuk kita yang Rasulullah? Beliau saw. bersabda: “Telah berlalu umat-umat sebelum kalian, mereka disiksa dengan digergaji tubuh mereka dan disisir dengan sisir besi, namun itu semua tidak memalingkan mereka dari agama yang mereka anut. Tapi kalian terburu-buru. Ketahuilah bahwa dakwah ini akan terus dijalankan sampai orang-orang berjalan dari San’a ke Hadramaut dengan aman, dan serigala duduk-duduk di pinggir(tanpa memberikan gangguan)”.
Ketika Rasulullah saw. mendapat tekanan psikologis kepada rasulullah saw. melalui paman beliau saw. Abu Thalib yang selama ini menjadi pelindung dan penolongnya (sekalipun dia belum beriman), yaitu menyuruh beliau saw. meninggalkan dakwah agar tidak menyulitkan posisi pamannya di hadapan para pemimpin Quraisy, beliau saw. memperlihatkan kesiapsiagaan beliau saw. untuk berjuang dan menanggung resiko, walau resikonya mati sekalipun dalam menegakkan dakwah yang telah Allah SWT turunkan kepadanya. Beliau saw. tidak bergeming dan tidak mundur setapakpun dari tipu daya dan makar Quraisy yang dilancarkan terhadap beliau saw. dan para pengikutnya. Beliau saw. menjawab tekanan Quraisy melalui pamannya itu dengan tegar:
“Demi Allah, wahai pamanku, seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku tinggalkan sampai Allah memenangkan dakwah atau aku binasa karenanya”.
Karakter keenam yang mesti dimiliki seorang dai adalah senantiasa menambah wawasan dan pengetahuannya. Rasulullah saw., sekalipun seorang yang buta huruf, adalah orang yang senantiasa mendapatkan pengetahuan dari Allah SWT berupa wahyu, baik Al Quran maupun As Sunnah. Ayat yang pertama kali yang beliau saw. terima adalah ayat membaca, yang menyuruh kepada dimilikinya pengetahuan. Allah SWT berfirman:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ(1)خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ(2)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ(4)عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al Alaq 1-5).

Dan Rasulullah saw. senantiasa membacakan Al Quran, mengajarkan Al Kitab dan As Sunnah, serta mengajarkan mereka menghafal Al Quran. Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,(QS. Al Jumuah 2).

Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:
وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.(QS. An Nisa 113).
Seorang dai hendaknya membaca Al Quran dan hadits setiap hari, secara rutin, walau satu ayat dan satu hadits. Seorang dai hendaknya senantiasa berusaha menghafalkan ayat-ayat dan hadits-hadits, khususnya yang menjadi materi dakwah yang akan dia sampaikan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan dakwah melanjutkan kehidupan Islam (li-isti’naafil hayatil islamiyyah). Seorang dai hendaknya menambah wawasan buku-buku dakwah (khususnya yang banyak memaparkan sirah rasulullah saw.) dan tsaqofahnya dengan membaca buku-buku/kitab-kitab tsaqofah Islamiyyah yang menjadi rujukan umat, juga senantiasa menambah wawasan dengan senantiasa mengikuti perkembangan dunia, termasuk di dalamnya perkembangan umat islam di berbagai dunia, sehingga dalam dakwahnya senantiasa mampu menghubungkan materinya dengan kondisi aktual.
Karakter ketujuh yang harus dimiliki seorang dai adalah senantiasa memperbaiki dirinya, keyakinannya, akhlaknya, ibadahnya, maupun kebenaran muamalahnya. Seorang dai hendaknya sadar bahwa segala bentuk amalannya akan menjadi cermin apakah yang dia katakan itu jujur atau dusta. Perbuatannya yang menyimpang dari yang dia katakan merupakan bukti yang paling kuat bahwa apa yang dikatakannya adalah dusta, atau paling tidak bukti bahwa dia tidak serius dengan apa yang dikatakannya. Seorang dai hendaknya sadar bahwa dia senantiasa dalam pantauan Allah SWT. Allah SWT tidak pernah lalai dari apa yang dia kerjakan:
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ(123)

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.(QS. Huud 123).
Dan Allah SWT menggambarkan bahwa ketaqwaan menjadi sebab Allah mengajarkan ilmu kepada kita. Dia SWT berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. Al baqoroh 282).

Khatimah

Ketakwaan seorang dai dan kedekatannya kepada Allah SWT (ingat hadits Qudsi riwayat Imam Al Bukhari tentang waliyullah, yakni orang yang senantiasa bertaqorrub kepada Allah hingga dicintai Allah, di kitab Riyadlus Shalihin karya Imam Nawawi) dengan kesempurnaan ketujuh karakter di atas akan membuat seorang dai mampu mengelola hati dan akal fikirannya sehingga yang bersangkutan betul-betul menjadi seorang dai yang senantiasa mengetahui kondisi umat Islam, memperhatikan apa yang tersembunyi di balik nasib umat yang tampak, senantiasa merenungkan rahasia-rahasia jiwa umatnya, memahami betul jalan dakwah yang akan ditempuh untuk mengarahkan umatnya, mengetahui bagaimana dia berbicara kepada umat dengan bahasa umat, mengetahui bagaimana mengambil kendali umat,dan mengetahui bagaimana dia mendapatkan posisi yang terhormat di sisi umat. Semua itu tidak mungkin dapat dia raih kecuali dengan senantiasa menyempurnakan dirinya.

RETORIKA DAKWAH

Berdakwah pada dasarnya merupakan aktivitas lisan baik yang disampaikan secara formal melalui forum-forum resmi ataupun sekedar berbicara dengan orang- perorang dengan mengajak mereka ke jalan Allah SWT. Ceramah, Pidato, atau khutbah merupakan salah satu bentuk kegiatan dakwah yang sangat sering dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan khutbah pada hari Jumat adalah merupakan kegiatan wajib yang harus dijalankan saat melaksanakan sholat Jumat. Agar ceramah atau khotbah dapat berlangsung dengan baik, memikat dan menyentuh akal dan hati para jamaah, maka pemahaman tentang retorika menjadi perkara yang penting.
Retorika merupakan bagian dari ilmu komunikasi. Sebagaimana kita ketahui, komunikasi adalah mengajak orang untuk berpartisipasi atau mengubah sikap agar bertindak yang sama dengan maksud komunikator (orang yang berkomunikasi). Dalam dakwah komunikator yang dimaksud adalah muballiqh atau da’i. Dengan demikian, disamping penguasaan konsepsi Islam dan pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang da’i, muballiqh, da’i atau khatib dengan mad’u-nya yakni jamaah yang menjadi obyek dakwah.

PENGERTIAN
Retorika berasal dari bahasa Ingeris rethoric yang artinya ‘ilmu bicara’. Dalam perkembangannya, retorika disebut sebagai seni berbicara di hadapan umum atau ucapan untuk menciptakan kesan yang diinginkan. Adapun dakwah berasal dari bahasa arab yang artinya’mengajak atau menyeru’. Banyak sekali pengertian dakwah yang dikemukakan oleh para ahli dakwah, tapi pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah aktivitas mengubah situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan Islam menjadi situasi dan kondisi yang sesuai dengan kehidupan Islam. Dengan demikian yang diinginkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan ke arah kehidupan yang lebih Islami.
Dari definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa retorika dakwah adalah ketrampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan guna memberikan pemahaman yang benar kepada kaum mulimin agar mereka dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam yang karenanya pemahaman dan prilakunya dapat berubah menjadi lebih Isami.

RETORIKA DALAM PRAKTEK
Penyampaian ajaran Islam secara lisan umumnya dilakukan dengan ceramah, pidato, atau khotbah, meskipun ada juga dalam bentuk dialog. Ceramah dan khotbah pada prinsipnya sama saja, hanya saja ceramah dapat dilakukan dalam berbagai modifikasi dan variasi dengan gaya yang lebih bebas semenara khotbah lebih terkesan ritual dengan rukun-rukun yang telah ditentukan, seperti khotbah Jumat, khotbah Iedul Fitri, Khotbah Iedul Adha, dan khotbah nikah.
Untuk bisa ceramah dan khotbah dengan baik, minimal ada tiga bagian yang harus selalu diperhatikan.

1. Persiapan
Apapun kegiatan yang hendak kita lakukan, persiapan merupakan sesuatu yang teramat penting diperhatikan. Dalam berceramah atau berkhotbah, persiapan menjadi lebih penting lagi lebih khusus bagi para pemula yang belum berpengalaman. Karenanya, sulit untuk bisa ceramah dengan baik bila tidak dibekali dengan persiapan yang matang, bahkan bagi orang yang sudah berpengalaman sekalipun. Adapun langkah-langkah persiapan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

a. Mental
Persiapan mental meliputi : Pertama, harus disadari bahwa apa yang akan kita sampaikan merupakan tanggung jawab yang mulia, yakni melanjutkan tugas para nabi dalam berdakwah, penting dan memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena masyarakat membutuhkan bimbingan kehidupan yang baik yang didasari pada ajaran Islam. Kedua, yakin bahwa apa yang akan disampaikan merupakan sesuatu yang benar. Ketiga, yakin bahwa kita adalah orang yang paling pantas untuk menyampaikan masalah yang benar itu. Keempat, menyadari bahwa kita memiliki kemampuan untuk melakukan tugas ini dan meyakinkan kepada diri sendiri akan kemampuan itu. Kelima, Tidak peduli kritikan bahkan cemohan orang-orang yang suka mengkritik.

“Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakan; Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan; Kemudian dia akan diberi balasan yang paling sempurna. (53:39-41)

b. Memahami Latar Belakang Jamaah
Memahami latar belakang jamaah memiliki arti yang sangat penting untuk mengetahui gambaran keadaan jamaah. Dari sini kita dapat menentukan tema apa yang perlu dibahas yang sesuai dengan keadaan jamaah. Untuk mengetahui gambaran jamaah, kita bisa bertanya kepada pengurus atau panitia yang mengundang kita.
c. Menentukan Masalah
Ceramah yang baik adalah ceramah dengan permasalahan atau pembahasan yang jelas, fokus pada satu titik persoalan atau beberapa titik persoalan yang masih sangat terkait dengan tema pokok yang sedang dibahas. Apa lagi khutbah Jumat yang memiliki waktu yang sangat terbatas.

d. Mengumpulkan Bahan
Setelah tema ditentukan, langkah berikutnya adalah mengumpulkan bahan agar pembahasan materi khutbah bisa disampaikan dengan wawasan yang luas dengan ilustrasi yang tepat. Bahan-bahan bisa diperoleh dari Al Qur’an, hadits, sirah atau pun kitab-kitab Islam lainnya. Bahkan, penting memperhatikan bahan-bahan yang ada di berbagai media baik cetak ataupun elektronoik

e. Menyusun Sistimatika
Bila tema sudah ditentukan dan bahan-bahan sudah dikumpulkan, maka untuk memudahkan pembahasan perlu disusun sistimatika uraian materi pembahasan dengan alur misalnya: Pertama, Menjelaskan sebuah masalah yang sedang terjadi di masyarakat, Kedua, Bagaimana hukum masalah itu dalam pandangan Islam. Ketiga, Bagaimana Islam memberikan solusi tentang masalah tersebut. Keempat, Kesimpulan yang berisi apa tindakan riil yang harus kita lakukan berkaitan dengan masalah tersebut.

f. Fisik
Disamping kesiapan mental dan akal dengan penguasaan materi yang hendak dibahas, seorang penceramah juga harus menjaga dan mempersiapkan kondisi fisiknya agar tetap prima selama berlangsungnya khotbah. Termasuk hal yang perlu diperhatikan adalah mengunakan pakain yang pantas dengan tetap memperhatikan kondisi jamaahnya.

g. Analisis Pendengar
Ketika seorang muballiqh tiba ditempat acara saat itulah ia harus melakukan persiapan akhir dengan membaca keadaan jamaah yang sesunguhnya. Apakah keadaan yang dilihatnya sesuai dengan gambaran yang didengarnya atau tidak. Kadang-kadang keadaan jamaah cocok dengan apa yang diceritakan pengurus atau malah sebaliknya. Disinilah seorang penceramah atau khotib harus mampu menganalisis jamaah untuk menentukan apakah pembahasan yang telah disiapkan cocok untuk kondisi jamaah tersebut atau mungkin perlu merubahnya dengan mengganti pembahasan dengan tema yang lain. Disinilah letak pentingnya bagi penceramah atau khotib memiliki kemampun untuk bisa mengganti tema setiap saat sesuai dengan kebutuhan kondisi jamaah yang dihadapinya. Dan untuk mendapatkan hubungan yang erat dan meningkatkan komunikasi dengan pendengar, kita hendaklah tiba lebih awal dan pulang belakangan.

2. Pelaksanaan
Setelah semua persiapan dilakukan dengan baik, selanjutnya ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat ceramah/khotbah sedang berlangsung ;

a.Tampil dengan Penuh Percaya Diri
Meskipun dalam dakwah kita menuntut jamaah untuk menggunakan prinsip “perhatikan apa yang dibicarakan, jangan perhatikan siapa yang berbicara”, namun penampilan yang mengesankan tetap diperlukan. Misalnya menggunakan pakaian yang pantas, wajah yang ceria, pandangan mata yang ramah dan tutur kata yang baik. Daya tarik dari sisi ini merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab bagaimana mungkin ceramah kita akan didengar jamaah bila mereka sudah tidak tertarik dengan penampilan kita.
Menumbuhkan Kepercayaan
Pendengar akan menanggapi ceramah kita jika mereka mempercayai kredibilitas kita. Untuk menumbuhkan kepercayaan, penceramah harus menguasai masalah yang sedang disampaikan, presentasinya bisa dipercaya, dan disampaikan dengan cara yang menarik. Waktu Rasulullah saw. telah siap untuk memberitahukan kepada penduduk Mekkah bahwa beliau telah diangkat Allah menjadi rasul untuk menyampaikan petunjuk kepada mereka, Beliau memanggil mereka supaya berkumpul di sebuah bukit di Mekah. Kemudian beliau bersabda, “Jika aku kabarkan suatu berita bahwa suatu angkatan tentara akan muncul dari kaki bukit ini apakah kalian akan mempercayai aku?” Mereka semua menjawab, “Ya”, karena sampai hari ini mereka belum penah mendengar Rasulullah berbohong. Setelah terbentuk kepercayaan, beliau bersabda, “ Aku mengingatkan kamu akan pembalasan yang berat yang akan menunggu kamu jika kamu tidak beriman”. Sahih Bukhari.

b. Menguasai Forum
Sebelum ceramah dimulai, seorang penceramah terlebih dahulu harus menguasai dirinya sendiri agar tidak gugup atau tidak grogi. Jika ia telah menguasai dirinya sendiri, insya Allah ia akan mudah menguasai forum. Untuk bisa menguasai forum, seorang penceramah perlu menatap seluruh sudut ruangan atau dengan kata lain; menatap semua jamaah yang hadir, mencoba pengeras suara dan memperbaiki posisi posisi agar betul-betul tepat dengan posisi mulut dan jika diperlukan bertanya kepada hadirin, apakah ceramah bisa dimulai atau belum.

c. Jangan menyimpang
Selama ceramah berlangsung, penceramah harus tetap berpijak pada tema yang sudah disiapkan, jangan sampai melebar terlalu jauh dengan membahas hal-hal yang tidak direncakan untuk dibahas. Karena itu, penceramah harus dapat mengontrol diri jangan sampai uraian satu sub bahasan terlalu melebar dan menyita waktu sementara sublainnya hanya berlangsung sangat singkat. Apalagi kalau subtema yang dijanjikan mau dibahas sampai tidak terbahas dan hanya disebutkan saja karena waktunya hampir habis, sementara panitia memberi kertas peringatan bahwa waktu hampir habis.
Banyak sekali penceramah yang menyimpang dari tema pembahasan yang dijanjikan, apa saja yang diingatnya dibahas, bahkan komentar respons jamaahnya dibahas panjang lebar sehingga terkesan banyak tema yang dibahasnya. Ceramah dengan banyak judul ini harus dihindari, karena ibarat orang memotret, pemotretannya tidak fokus sehingga tidak jelas wajah orang yang dipotretnya itu.

d. Gaya yang Orisinal
Penceramah sebaiknya menggunakan gayanya sendiri. Jangan meniru gaya orang lain. Hal ini akan mempermudah ceramahnya, sekaligus dapat menjaga wibawanya. Bagi pemula yang belum menemukan gaya yang cocok, maka dia harus banyak mengikuti dan mengevaluasi gaya dan penyampaian para dai lain, kemudian dia dapat memilih gaya yang cocok dengan sifat dan karakter dirinya. Namun usahakan jangan meniru total gaya mubalig kondang berceramah, karena kehadiran jamaah dalam jumlah yang banyak lebih terkesan hendak menonton ia berceramah ketimbang mau mendengarkan nasihat-nasihatnya.

e. Bersikap Sederajat
Terutama kepada jamaah yang dewasa dan intelektual, sebaiknya bersikap sederajat, jangan terlalu menggurui. Karena itu, dalam menyampaikan pesan, gunakanlah istilah “kita” bukan “Anda”, apalagi “kalian”. Contohnya, “ Sebagai muslim yang sejati, kita seharusnya dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan kita berusaha untuk rajin membacanya”. Kalimat seperti ini adalah kalimat yang bisa diteri oleh semua pihak yang hadir atau yang mendengarkannya. Adapun kalimat yang meggurui contohnya adalah, “ sebagai muslim sejati, Anda saharusnya dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan Anda harus berusaha untuk rajin membacanya”. Bagi mubalig/dai juga jangan merasa /menempatkan rendah dirinya dihadapan jamaah sekalipun disana ada para pembesar, pimpinan, orang tua atau bahkan presiden.

f. Mengatur Intonasi
Ceramah yang menarik adalah ceramah yang nadanya naik turun. Tidak datar terus atau tidak tinggi terus-menerus, apalagi bila dalam ceramah berkisah tentang dua orang yang berdialog, tentu harus dapat dibedakan suara antara tokoh yang satu dengan yang lain.

g. Mengatur Tempo
Dalam memberikan ceramah, seorang penceramah hendaknya mengatur tempo pembicaraan sehingga antara kalimat yang satu dan kalimat berkutnya diberikan jarak. Dari sini seorang penceramah tidak berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat. Ibarat membaca, perhatikan tanda-tanda bancanya, ada titik dan koma yang harus diperhatikan.

h. Memberi Tekanan
Dalam ceramah seringkali ada kalimat-kalimat yang amat penting untuk dipertegas kepada pendengar. Kalimat itu harus diberi penekanan dengan cara mengulang-ulang, karena dengan begitu jamaah mendapat kejelasan yang memadai. Bahkan hal ini bisa dibantu dengan menggunakan gerakan tangan seperti menunjukkan atau memperlihatkan jumlah jari sebagai isyarat dari jumlah masalah yang menjadi pembahasan. Ini berarti diperlukan penggunaan bahasa badan untuk memperjelas, memudahkan pemahaman dan meningkatkan daya tarik ceramah /khutbah agar lebih komunikatif.

i. Memelihara Kontak dengan Jamaah.
Ceramah yang sudah berlangsung lebih dari 30 menit, biasanya melelahkan jamaah. Oleh karena itu, kontak dengan jamaah jangan sampai terputus, misalnya dengan bertanya, memberikan humor yang segar dan relevan (kecuali dalam khutbah jumat tidak ada humor).

j. Pengembangan Bahasan
Untuk menambah daya terik dalam pembahasan, diperlukan pengembangan pembahasan, antara lain sebagai berikut.
Pertama, penjelasan, yakni keterangan tambahan yang sederhana dan tidak terlalu rinci, misalnya dengan mengatakan, “sebagai muslim kita tentu sudah tahu tentang takwa, yakni melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga. Seseorang tidak disebut bertakwa bila ia melaksanakan perintah Allah tapi ia juga melaksanakan larangan Allah. Seseorang juga tidak bisa disebut bertakwa bila ia meninggalkan larangan Allah tapi juga meninggalkan perintah-perintah-Nya.”
Kedua, memberikan contoh yang relevan dengan pembahasan sehingga masalah yang dibahas akan menjadi tambah jelas dan konkret, misalnya dengan mengatakan, “Karena para sahabat ingin menunjukkan ketakwaannya kepada Allah, maka ketika Allah mengharamkan minuman keras, mereka membuang minuman keras itu dari dalam rumah mereka kejalan-jalan sehingga jalan-jalan di kota Madinah menjadi becek”.
Ketiga, memberikan analogi, yakni perbandingan antara dua hal, baik untuk menunjukkan persamaan maupun perbedaan, misalnya dengan mengatakan, “Orang yang beriman itu akan bergetar hatinya bila disebut nama Allah, karena Allah sangat dincintainya, sama seperti ada orang yang kita cintai lalu disebut namanya dalam pembicaraan orang lain. Maka, perhatian kita sangat besar terhadap pembicaraan orang itu dalam kaitan dengan nama orang yang kita cintai, ada perhatian yang besar ketika nama Allah disebut, maka ketika nama Allah disebut dalam azan, seorang mukmin akan segera menunikan shalat guna menunjukkan getaran hatinya.”
Keempat, memberikan testimony, yakni mengutip, baik ayat, hadits, kata mutiara, keterangan para ahli, tulisan di buku, Koran, maupun majalah dan bulletin. Dengan kutipan yang jelas, materi ceramah yang kita sampaikan menjadi tidak perlu lagi diragukan kebenarannya.
Kelima, statistik, yakni mengemukakan pembahasan dengan membeberkan angka-angka untuk menunjukkan perbandingan suatu kasus, misalnya untuk mengemukakan akhlak masyarakat kita yang semakin rusak, kasus pencurian yang terjadi tahun 2004 lebih banyak terjadi dari tahun 2003, begitulah seterusnya.

k. Memberi Kesimpulan
Bila diperlukan, penceramah dapat memberikan kesimpulan dari uraiannya, lalu lanjutkan dengan kalimat penutup. Kesimpulan bisa dengan mengungkapkan beberapa masalah yang sudah dibahas, bisa juga dengan menyampaikan pesan-pesan inti dari isi ceramah yang kita maksudkan, sesudah itu akhiri ceramah dengan menyampaikan permohonan maaf dan memberi salam. Hal ini berarti jangan sampai ceramah diperpanjang lagi padahal sudah saatnya untuk diakhiri.

3. Langkah-langkah Sesudah Ceramah
Meskipun ceramah sudah berlangsung dengan baik menurut sang penceramah, bukan berarti tugasnya sudah selesai, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, turun dari podium/mimbar dan berjalan dengan tenang menuju tempat duduk semula. Kedua, kalau perlu cari informasi tentang respons jamaah terhadap kemampuan dan isi ceramah, namun hal ini harus dilakukan Sehati-hati mungkin agar tidak terkesan kita ingin mencari pujian, padahal sebenarnya kita perlu masukan dan evaluasi. Ketiga, mengevaluasi sendiri ceramah yang sudah disampaikan, misalnya dengan mendengarkan kembali rekaman ceramahnya.
Demikianlah secara umum bagaimana berceramah yang baik. Bagi yang ingin padai berceramah tentu saja harus banyak berlatih, baik sendiri atau bersama-sama. Untuk memudahkan mengeluarkan kata-kata yang baik tentu harus memiliki banyak perbendaharaan kata-kata dan hal itu dapat diperoleh baik melalui banyak membaca maupun banyak mendengar ceramah orang lain.

KOMUNIKASI DAKWAH

Allah swt berfirman:

”(Tuhan) yang Maha Pemurah; yang telah mengajar Qur’an; Dia Menciptakan Manusia; mengajarnya pandai berbicara.” (QS ar-Rahman:1-4)

Bagi manusia, komunikasi merupakan sesuatu yang biasa dilakukan, bahkan bisa jadi sebagian besar waktunya dalam 24 jam setiap harinya digunakan untuk berkomunikasi, mulai dari bangun tidur di pagi hari sampai kita tidur lagi di malam hari. Meskipun demikian, komunikasi ternyata susah-susah gampang. Disebut gampang karena ia merupakan persoalan keseharian. Namun, ia juga disebut susah karena berkomunikasi bila kita lakukan dengan banyak orang akan terasa menjadi sulit
Allah swt mengajar kita untuk berkomunikasi. Peran kita ialah untuk menyampaikan pesan dengan jelas dan murni. Berkomunikasi berarti membiarkan orang lain mengenal Anda dan menjalin pengertian dengan Anda. Meskipun begitu proses ini menuntut Anda berbagi pikiran dan perasaan Anda dengan orang lain secara jujur. Malangnya, kita dibesarkan untuk menjadi kurang jujur sejak kecil. Oleh sebab itu, dalam komunikasi kita terlindung di balik seribu topeng. Manusia hidup dengan kehidupan palsu dan takut jika orang lain mengetahui diri mereka yang sebenarnya, menetawakan (mengejek) mereka. Kita tidak seharusnya diperbodoh oleh apa yang dikatakan orang lain, tetapi kita perlu”mendengar” dengan seksama apa yang tidak mereka katakan! Adalah lebih baik kita disisihkan karena siapa kita yang sebenarnya daripada diterima karena bukan siapa kita yang sebenarnya.

PENGERTIAN KOMUNIKASI DAKWAH
Komunikasi berasal dari bahasa latin, comunicatio (communis) yang berarti ‘sama’. Ini berarti bila seseorang berkomunikasi dengan orang lain, maka tujuannya adalah agar orang tersebut (komunikan) bersikap dan bertindak sama dengan keinginan komunikator. Dengan demikian, komunikasi bukan sekadar informatif, yaitu agar orang lain mengerti dan tahu tentang suatu maksud. Akan tetapi juga persuasive, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan lalu melakukan perbuatan yang sesuai dengan paham tersebut.
Adapun dakwah adalah menyeru orang lain agar beriman dan tunduk kepada Allah dalam kehidupan, baik menyangkut hubungan dengan Allah maupun dengan dirinya dan sesama manusia. Dengan demikian, komunikasi dakwah adalah menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain agar ia memahami ajaran Islam dengan baik dan bersikap serta berperilaku islami.
Dalam komunikasi, unsur-unsur yang tak bisa dipisahkan terdiri dari lima hal. Pertama, komunikator (orang yang berkomunikasi, dalam dakwah disebut dai, mubalig, atau khatib). Komunikator merupakan penentu dalam keberhasilan berkomunikasi. Oleh karena itu, komunikator harus terampil, kaya dengan ide-ide, dan memiliki daya kreativitas yang tinggi. Untuk mencapai keberhasilan, komunikator harus memiliki tiga hal penting , yakni sebagai berikut.
1. Kredibilitas atau kepercayaan diri yang tinggi, baik dari sisi karakter, emosi yang terkendali, maupun kemampuan berargumentasi. Ini merupakan hal yang paling penting bagi seorang komunikator.
2. Daya tarik seperti dalam kesamaan bahasa atau daerah, disukai, populer, kemampuan mengolah, atau mengemas materi pembahasan.
3. Kekuatan, yakni memiliki pengaruh yang besar dan luas.
Kedua, komunikan ( orang yang diajak berkomunikasi dalam dakwah disebut mad’u atau jamaah dakwah). Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam berkomunikasi, seorang komunikator harus mengenal terlebih dahulu siapa komunikan yang akan dihadapinya. Pengenalan terhadap komunikan menjadi amat penting dalam upaya menentukan kemasan penyampaian pesan dakwah, waktu yang digunakan, gaya yang dilakukan, istilah yang dipakai hingga pakaian yang akan dikenakan.
Ketiga, massage (pesan yang dikomunikasikan, dalam dakwah adalah ajaran Islam yang harus dikuasai dan dikemas dengan baik). Komunikasi tidak akan terjadi bila tidak ada pesan yang hendak disampaikan. Karena itu, bagaimana mungkin seseorang akan bedakwah bila tidak ada materi dakwah yang akan disampaikannya. Karenanya pesan dakwah harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Keempat, media (alat komunikasi, Nabi Muhammad pernah berdakwah dengan menggunakan surat yang dikirim kepada para raja), dakwah bisa menggunakan banyak alat, radio, televisi, telepon, handphone, internet, e-mail, Koran, majalah, buku, kaset, CD, dan lain-lain merupakan alat-alat yang bisa digunakan untuk penyampaian pesan-pesan dakwah.
Kelima, efek (sasaran yang ingin dicapai lewat komunikasi dalam adalah perubahan agar kehidupan seseorang menjadi islami dan lebih islami lagi.)

PEMBAGIAN KOMUNIKASI
Seperti juga komunikasi pada umumnya, komunikasi dakwah bisa dibagi ke dalam tiga bagian.
Pertama, komunikasi lisan, yaitu komunikasi dengan menggunakan lisan seperti cermah, pidato, khutbah, diskusi, obrolan, dan lain-lain. Di antara kelebihan komunikasi dengan lisan adalah lebih akrab, lebih pribadi, lebih manusiawi dan dapat menunjukkan emosi pembicara. Sedangkan kelemahannya adalah bila sudah berlalu ia sulit diulang kembali dan sulit terdokumentasi atau tidak banyak orang yang mendokumentasikan pembicaraannya.
Kedua, komunikasi melalui tulisan seperti tulisan di Koran, majalah, brosur, bulletin, surat, buku, e-mail, situs internet, stiker, spanduk, dan lain-lain. Kelebihan komunikasi dengan tulisan adalah dapat dengan mudah terdokumentasi bahkan dengan biasa yang murah, membaca bisa diulang-ulang dengan mudah, namun tidak bisa mencapai kelebihan pada komunikasi lisan.
Ketiga, komunikasi melalui isyarat seperti karikatur, gambar, simbol-simbol dan lain-lain. Kelebihannya lebih praktis dalam menyampaikan pesan, bahkan dalam menyampaikan pesan-pesan tertentu komunikasi isyarat menjadi lebih mudah atau lebih efektif dibanding dengan komunikasi lisan dan tulisan, namun tidak semua pesan bisa disampaikan dengan isyarat.

KOMUNIKASI YANG BAIK
Dalam berkomunikasi seorang Dai tentu saja ingin berhasil. Dalam rangka itu seorang dai dituntut mampu berkomunikasi dengan baik. Nabi saw. adalah seorang komunikator ulung yang berhasil dengan baik dalam dakwahnya. Oleh karena itu, agar dai memiliki teknik yang baik hendaknya ia mencermati hal-hal sebagai berikut :
1. Berbicaralah secara singkat tapi padat
2. Berbicaralah secara sistematis, tidak berbelit-belit
3. Berbicaralah dengan bahasa yang fasih, jelas, dan terang dalam berargumentasi.
4. Gunakan bahasa atau istilah yang mudah dicerna oleh lawan bicara (komunikan), bila menggunakan istilah-istilah yang masih asing bagi jamaah, hendaknya diterjemahkan ke dalam istilah yang mereka pahami, baik bahasa asing itu berupa bahasa dari negara lain misalnya bahasa Arab atau Inggris, maupun bisa juga bahasa asing itu berupa bahasa suatu daerah yang belum tentu dipahami oleh daerah lain.
5. Sesuaikan intonasi pembicaraan dengan pesan dakwah, pesan yang menyemangati, pesan sedih, dan sebagainya.
6. Gunakan komunikasi dua arah agar lebih mudah dipahami dan seandainya memang komunikasi satu arah, tanamkan perasaan seolah-olah ini komunikasi dua arah.
7. Perhatikan situasi dan kondisi, mungkin sudah terlalu malam yang berarti tidak mungkin berkomunikasi dengan waktu yang lebih panjang. Mungkin tempat acara yang sempit sedang jamaahnya banyak dan momentumnya juga harus diperhatikan. Ceramah pada acara pernikahan tentu berbeda dengan saat acara orang mau menunaikan ibadah haji, ceramah kematian tentu bebeda dengan ceramah khitanan, begitulah seterusnya.
Apa yang diungkap di atas hanyalah sebagian dari sekian banyak kiat yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan baik. Selain itu, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan oleh komunikator agar dakwahnya berhasil yaitu; attention (perhatian komunikan terhadap pesan dakwah), comprehension (pemahaman terhadap pesan-pesan dakwah) dan acceptance (penerimaan pesan-pesan dakwah)

HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI
Ada banyak hal yang dapat menghambat proses komunikasi antara lain sebagai berikut:
1. Alat pendengaran atau penglihatan komunikan kurang baik.
2. Alat komunikasi yang kurang memadai seperti gangguan pengeras suara, kerusakan pada stasiun televisi, gangguan saluran telepon, dan lain-lain.
3. Perbedaan persepsi tentang pesan yang disampaikan, baik yang terkait dengan istilah maupun budayanya.
4. Penggunaan bahasa/istilah yang tidak dapat dipahami komunikan.
5. Situasi dan kondisi yang kurang mendukung seperti udara yang terlalu panas, cuaca yang mendung, suasana berkabung, dan lain-lain.
6. Konsentrasi komunikator/komunikan yang kurang.
Demikianlah hal-hal pokok dalam berkomunikasi semoga kita dapat berhasil dalam berkomunikasi sekaligus menghilangkan faktor-faktor yang menhalangi keberhasilannya.

POLA PERUMUSAN
MATERI DAKWAH

Dakwah merupakan tugas yang sangat mulia, karena diemban oleh para nabi dan rasul (lihat surah al-Maa’idah:67 dan 92, al-A’raaf:62, an-Nahal: 35, an-Nuur: 54. al-Ankabuut: 18). Karena itu, kemuliaan tugas dakwah dai, yaitu daya tarik menyampaikan dakwah dan kemasan materi dakwah yang baik. Dengan demikian, perumusan atau kemasan materi dakwah yang baik merupakan salah satu bagian yang sagat penting dalam dakwah itu sendiri, apalagi dakwah menghendaki terjadinya perubahan sikap dan perilaku, dari yang tidak islami kepada yang islami.sedangkan perubahan itu dimulai dari pemahaman yang baik tentang Islam.

POLA MATERI DAKWAH
Ada beberapa pola penting dalam menguraikan materi dakwah yang antara pola satu dan yang lainnya memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri. Tentu saja yang sesuai persoalan yang dibahasnya. Beberapa pola perlu sama-sama kita pahami dengan sebaik-baiknya sehingga pembahasan-pembahasan penting dalam materi dakwah dapat dapat dikemas dengan sistematika yang baik.

1. Problem solving (Pemecahan Masalah)
Pola ini merupakan pola yang baik. Ibarat penyakit, pola ini berusaha mengobati penyakit dalam suatu masyarakat. Sekurang-kurangnya ada tiga muatan dalam pola ini.
Pertama, mengungkapkan fakta dan data tentang “penyakit masyarakat” dan akibat negatif yang ditimbulkannya. Hal ini bisa diungkap dari analisis yang diperkuat dengan data dari berbagai sumber seperti Koran, majalah, dan hasil-hasil penelitian. Fakta adalah kejadian-kejadian yang berlangsung di masyarakat, kejadian yang baik maupun yang buruk. Sedangkan data adalah angka-angka yang tercatat secara keseluruhan dari kejadian-kejadian tersebut. misalnya ketika kita mengemukakan bahwa akhlak masyarakat kita semakin jelek, maka kita perlu mengemukakan sisi dari jeleknya akhlak itu, juga misalnya banyak kasus pembunuhan, perampokan, dan sebagainya. Namun, fakta-fakta saja tidak cukup, kita perlu mengemukakan lagi data tentang kasus-kasus tersebut. misalnya selama tahun 2001, kasus pembunuhna terjadi sebanyak 150 kasus di Jakarta; angka ini meningkat menjadi 175 kasus pada tahun 2002, ini berarti tingkat kerusakan akhlak masyarakat semakin memprihatinkan.
Kedua, mengungkapkan penyebab-penyebab dari “penyakit masyarakat”, baik yang dianalisis dari fakta dan data maupun dari dalil Al-Qur’an dan Hadist serta pendapat para pakar. Misalnya, Rasulullah saw. bersabda,” Mukmin yang sempurna Imannya, niscaya bagus akhlaknya,” ini berarti sebab dari rusaknya akhlak masyarakat adalah iman yang melemah.
Ketiga, mencarikan obat atau jalan keluar dari”penyakit masyarakat”. Kita bisa merumuskannya dari ayat, hadits, pendapat para ulama, dan pendapat kita sendiri. Misalnya saja, kalau sebabnya adalah lemahnya iman, maka upaya yang harus kita lakukan untuk memperbiki akhlak adalah memperkuat iman kepada Allah swt..

2. Pertanyaan dan Jawaban
Pola ini dimaksudkan untuk menjawab persoalan-persoalan penting yang perlu diketahui oleh umat dalam upaya membentuk pemahaman yang utuh tentang suatu masalah. Dari sini diharapkan terbentuk sikap dan perilaku yang islami. Setidak-tidaknya ada tiga muatan yang kandung dalam pola ini.
Pertama, mengungkap tentang pentingnya masalah yang akan dibahas. Misalnya, tentang pentingnya istiqamah dalam kehidupan seorang muslim sehingga para sahabat berusaha istiqamah dalam kehidupan mereka. Hal ini diterangkan juga dengan kisah-kisah keistiqamahan mereka.
Kedua, mengungkap apa permasalahan yang dihadapi sebagai kendala dalam memiliki sikap positif dari masalah yang dibahas. Misalnya dengan memunculkan pertanyaan, mengapa para sahabat bisa istiqamah, apa rahasianya ?
Ketiga, memberikan jawaban dari permasalahan yang dihadapi dalam pembahasannya. Ini merupakan sesuatu yang terpenting dalam bahasan materi, misalnya dengan menguraikan bahwa agar bisa istiqamah ada enam resep yang harus dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1. Memiliki kemauan yang kuat
2. Memahami ajaran Islam dengan baik
3. Mengikuti pembinaan intensif
4. Bergaul dengan orang yang lebih baik.
5. Meneladani orang-orang yang istiqamah
6. Berusaha mendekatkan diri kepada Allah.

3. Pendekatan Tematik dari Ayat dan Hadits
Ini merupakan pola yang membahas suatu masalah yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadits. Suatu pendekatan yang menarik dalam upaya memahami kandungan Al-Qur’an dan hadits. Ada banyak ayat dan hadits yang menyoroti suatu persoalan yang sama. Kitab hadits Riyadush Shalihin merupakan contoh kitab yang mengumpulkan hadits dengan tema-tema tertentu lalu dikaitkan dengan ayat Al-Qur’an. Ada tiga langkah yang perlu ditempuh dalam perumusan pola materi seperti ini.
Pertama, tentukan terlebih dahulu masalah yang hendak dibahas, misalnya tentang taqwa. Mahabbah kepada Allah, tawakkal, dan sebagainya, tentu saja sambil menjelaskan urgensinya bagi seorang muslim dari masalah yang hendak dibahas.

4. Mensistematisasikan Ayat dan Hadist
Ayat dan hadist, tentu saja banyak mengandung pemecahan masalah yang perlu dikaji oleh umat Islam agar bisa diambil pelajaran dan petunjuk yang sebanyak-banyaknya. Untuk memudahkan pemahaman, perlu dibahas dengan pendekatan yang sistematis. ada tiga langkah yang perlu ditempuh dalam kaitan ini.
Pertama, bacakan ayat atau hadist yang dimaksud berikut terjemahnya. Tentu saja dengan mengantarkan terlebih dahulu kepada masalah yang terkandung dalam ayat atau hadist yang dimaksud dan pentingnya masalah tersebut, misalnya dengan mengulas firman Allah pada surah al-Baqarah: 208.
Kedua, susun kandungan ayat tersebut menjadi poin-poin pembahasan yang harus dijelaskan. Misalnya, dengan mengemukakan, ada tiga seruan Allah kepada orang yang beriman yang terdapat pada ayat di atas. Pertama, masuk ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) selanjutnya secara rinci poin ini. Kedua, untuk bisa masuk ke dalam Islam secara menyeluruh itu, janganlah mengikuti langkah-langkah atau keinginana-keinginan setan untuk selanjutnya diuraikan secara rinci. Dan ketiga, waspada terhadap godaan-godaan setan karena ia merupakan musuh yang nyata bagi setiap muslim, begitu seterusnya diuraikan dengan sebaik-baiknya.
Ketiga, kaitkan bahasan masing-masing-masing poin dengan ayat-ayat yang senada dan jadikan masalah-masalah aktual sebagai contoh kasusnya.

5. Memilih Uraian Hadist Bernomor
Banyak hadist dengan ungkapan yang sistematis melalui penyebutan angka yang terkandung di dalamnya sehingga kita dapat membahasnya secara mudah banyak hal menarik dalam hadits-hadits seperti ini, disamping sudah sistematis, pesan yang dikandungnya juga banyak menyentuh persoalan keseharian. Ada dua langkah yang harus ditempuh, yaitu sebagai berikut:
Pertama, uraikan pentingnya masalah yang terkandung dalam hadits tersebut. Misalnya, setiap orang tentu ingin mencapai keselamatan dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Ada faktor-faktor yang disebutkan Rasulullah saw. Untuk kita laksanakan agar kita bisa meraihnya.
Kedua, bahas poin-poin hadits satu persatu, jelaskan dengan ayat dan hadits-hadits terkait serta berilah ilustrasi yang menarik dan aktual.

6. Menanggapi Masalah Aktual dari Sudut Islam
Ada banyak masalah dan kejadian-kejadian aktual yang perlu ditanggapi dari sudut pandang ajaran Islam. Hal ini bisa menjadi materi tersendiri dalam tablig. Materi semacam ini merupakan salah satu pola yang dinantikan oleh para jamaah. Misalnya, ada kasus kekurangan pangan, busung lapar, pengangguran, reformasi, kenaikan barang, BBM, dan sebagainya. Ada tiga langkah yang harus ditempuh dalam membahas pola ini :
Pertama, ungkap masalah yang dimaksud dan pentingnya bagi kaum muslimin menyikapi masalah ini.
Kedua, kaitkan masalah tersebut dengan sudut pandang ajaran Islam, baik yang berkaitan dengan hukum maupun petunjuk-petunjuk teknis dalam Al-Qur’an dan hadits.
Ketiga, ilustrasikan masalah tersebut dengan sikap generasi terdahulu, pada masa Rasul maupun sahabat dan ulama-ulama kemudian.
Demikian secara umum pola-pola penyiapan dan penulisan materi dakwah yang bisa kita lakukan. Dengan tersusunnya materi dakwah yang baik, tidak hanya membuat daya tarik tersendiri dalam uraian kita, tapi juga dapat memberi pesan-pesan dakwah yang padat dan sistematis dalam upaya menumbuhkan pemahaman yang benar tentang Islam dan dapat menyikapi serta mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Dalam kaitan khotbah Jumat, pola penyusun materi yang padat dan sistematis dalam menguraikannya sangat diperlukan, apalagi khotbah hanya berlangsung sekitar 20-25 menit.
Manakala pola seperti yang kita uraikan dalam tulisan ini bisa dikuasai, insya Allah tidak akan membuat kita sebagai mubalig kehabisan materi dakwah karena sangat banyak ayat dan hadits yang bisa kita uraikan. Belum lagi dengan begitu banyak persoalan sehari-sehari di negeri kita yang perlu kita sikapi sebagaimana yang digariskan di dalam ajaran Islam itu sendiri. Ketidak mampuan seorang khatib dan mubalig dalam menyusun atau mengemas materi dakwah akan membuat ia merasa kehabisan materi dakwah, meskipun sebenarnya ia memiliki ilmu yang banyak.

ADAB HARI JUMAT

Jumat merupakan salah satu hari yang sangat penting dalam Islam. Rasulullah saw. sendiri menyebutnya dengan sayyidul ayyam’ penghulu hari ‘. Rasulullah bersabda:

“ Penghulu hari adalah jumat dan ia adalah seagung-agung hari bagi Allah. Bahkan lebih agung bagi Allah daripada Idul Fitri dan Idul Adha” (HR Ahmad dan Ibnu Maajah).

Karena itu, setiap muslim semestinya menjadikan hari jumat sebagai hari yang lebih khusus. Di Indonesia pada masa lalu, hari Jumat dijadikan sebagai hari libur, namun penjajah Belanda mengubahnya menjadi hari Ahad. Walaupun demikian, sekarang masih ada sekolah-sekolah Islam yang liburnya hari Jumat, bahkan bisa jadi ada negeri-negeri Islam yang menjadikan hari Jumat sebagai hari libur Nasional.
Hari jumat juga hendaknya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Apalagi shalat jumat merupakan satu-satunya forum tablig yang jamaahnya suci (berwudhu), sehingga dengan kesucian fisik itu, seorang muslim insya Allah dapat mencapai kesucian jiwa. Apalagi bila hal-hal yang terkait dengan sunnah-sunnah di hari jumat bisa diamalkan. Inilah di antara penyebabnya sehingga perlu dibahas dan dipahami secara khusus tentang adab jumat yang digariskan dalam Islam.

ADAB PADA HARI JUMAT
Pada hari jumat terdapat beberapa amal yang disunahkan, bahkan dianjurkan oleh Rasulullah. Bila dilaksanakan dengan baik, insya Allah kualitas ketakwaan kita kepada-Nya bisa menjadi lebih baik.

1. Memperbanyak Shalawat Kepada Nabi
Bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh Allah swt.. Hal ini terdapat dalam firman Allah:

”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepada-nya “ (al-Ahzab: 56)

Bila bershalawat kepada Nabi diperintahkan oleh Allah swt. Kepada orang-orang beriman, maka hal ini menjadi lebih ditekankan lagi untuk dilakukan pada hari Jumat, Rasulullah saw. bersabda:

Perbanyaklah shalawat untukku pada hari jumat, karena sesungguhnya shalawatmu disaksikan malaikat dan sesungguhnya seseorang tidaklah membaca shalawat padaku melainkan doa shalawatnya itu ditampakkan kepadaku sampai ia selesai membacanya.”(HR. Ibnu Maajah dari Abud Darda)

2. Memperbanyak Doa
Pada hari jumat, kaum muslimin sangat dianjurkan untuk banyak berdoa, karena pada hari jumat Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :

“Sesungguhnya pada hari jumat, ada suatu saat tiada didapati oleh seorang muslim dan ia sedang shalat, memohon kepada Allah suatu kebajikan, melainkan Allah memberikan kepadanya (HR. Jamaah)

3. Memperbanyak Membaca Al- Qur’an
Membaca Al-Qur’an adalah suatu ibadah yang harus banyak dilakukan kaum muslimin, apalagi pada hari jumat. Surah yang sangat dianjurkan untuk membacanya pada hari jumat adalah surah kahfi, surah Yasin, al-Baqaroh yang akan memberikan keutamaan yang besar.

4. Mandi dan Berhias
Ibadah jumat merupakan saat kaum muslimin berjumpa dan berkumpul dengan muslim yang lain dalam jumlah yang banyak dan di tempat yang sangat mulia, yakni di masjid. Karena itu, perjumpaan ini harus berlangsung dengan menyenangkan dan para jamaah harus antusias atau bersemangat untuk mengikuti dan melaksanakan ibadah jumat. Dalam hal ini, Rasulullah bersabda:

“Wajib bagi setiap muslim mandi pada hari jumat, memakai sebaik-baik pakaian (yang dimilikinya) dan jika ia punya wangi-wangian maka pakailah.” (HR Ahmad dari Abu Said)

5. Memotong Kuku dan Kumis
Kebersihan dan kerapian merupakan sesuatu yang sangat ditekankan di dalam Islam. Karena itu, sepekan sekali seorang muslim memotong kukunya dan menggunting kumisnya agar tampak rapi. Dalam suatu hadits diterangkan

“Rasulullah saw. memotong kuku dan menggunting kumisnya pada hari jumat sebelum beliau pergi shalat.” (HR Baihaqi dan Thabrani)

6. Menyegerakan Datang ke Masjid
Sebagai ibadah yang sangat penting, ibadah Jumat semestinya dilaksanakan oleh kaum muslimin yang dapat menunjukkan kesungguhan atau keseriusan. Karena itu, kaum muslimin harus datang ke tempat pelaksanaan ibadah jumat sebelum waktu jumat tiba dan lebih bagus lagi bila bisa dating lebih pagi lagi, sehingga ia akan memperoleh nilai keutamaan yang besar. Rasulullah saw. bersabda:

“ Barang siapa yang mandi pada hari Jumat serupa junub, kemudian pagi-pagi (datang awal) ia pergi ketempat jumat pahalanya serupa dengan pahala berkorban seekor unta gemuk. Barang siapa pergi pada saat kedua, maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor sapi. Barang siapa yang pergi pada saat ketiga maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor kambing. Barang siapa pergi pada saat keempat, maka seolah-seolah ia berkorban dengan seekor ayam. Barang siapa pergi pada saat yang kelima, maka seolah-olah ia berkorban denga sebutir telur. Maka apabila imam telah keluar, hadirlah para malaikat untuk mendengar khutbah.” (HR Jamaah Kecuali Ibnu Maajah)

7. Meluaskan Tempat Duduk
Ibadah Jumat adalah ibadah yang diikuti oleh kaum muslimin dalam jumlah yang banyak agar masjid yang menjadi tempat pelaksanaan shalat jumat dapat menampung jamaah. Karena itu, para jamaah harus merapatkan tempat duduknya dan jangan sampai ada yang lowong. Jamaah yang ingin menempati tempat itu meminta kepada jamaah yang sudah duduk untuk meluaskan tempat duduknya dengan menggeser posisi duduk, bukan malah memerintahkan orang itu untuk pindah agar ia bisa duduk di tempat itu meskipun ia jamaah yang masih muda atau lebih muda.

8. Pindah Duduk bila Mengantuk
Ibadah jumat harus dilaksanakan oleh setiap jamaah dengan khusyu dan penuh keseriusan. Namun, ternyata tidak sedikit jamaah yang mengantuk, bahkan sampai tidur ketika khotbah sedang berlangsung hingga selesai khotbah. Karena itu, meskipun jamaah tidur sambil duduk tidak membatalkan”(jika posisi duduk tidak berubah), namun rasa mengantuk tersebut tidak boleh dituruti oleh jamaah jumat sehingga ia tidak mendengarkan uraian khotbah. Karena itu Rasulullah bersabda sebagai perintah kepada para jamaah untuk melawan rasa kantuknya itu agar tidak sampai tertidur,

“ Apabila salah seorang diantara kamu mengantuk di tempat duduknya pada hari jumat maka pindahlah ke tempat lain.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)

9. Tidak bertegak Lutut
Rasulullah menekankan keseriusan mengikuti ibadah jumat dalam bentuk duduk saat khutbah berlangsung, yakni duduk yang tidak bertegak lutut dan berselonjor. Karena, duduk seperti ini menggambarkan ketidakseriusan seperti orang sedang menonton suatu pertunjukkan yang bersifat santai, Rasululah saw. bersabda:

“Rasulullah melarang duduk bertegak lutut (di masjid) pada hari jumat, padahal imam sedang berkhotbah.”(HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)

10. Tidak Melangkahi Pundak
Kehidupan seorang muslim harus selalu dihiasi dengan akhlak dan adab yang mulia, apalagi saat ia berada di tempat yang mulia, yakni di majid. Karena itu, seandainya ia melihat ada shaf (barisan shalat) yang masih lowong di bagian depan dan ia ingin menempatinya, maka ia harus menuju ke shaf depan itu dengan sopan. Bukan malah menunjukkan sikap yang sombong hingga melangkahi pundak-pundak orang yang dilewatinya. Apalagi kalau sebenarnya sudah tidak ada tempat yang lowong. Rasulullah saw. bersabda,

“Seorang laki-laki datang melangkahi pundak orang-orang (duduk mendengar khotbah) pada hari jumat, padahal Nabi sedang berkhotbah, lalu Rasulullah menyuruh dia, ‘Duduklah karena sesungguhnya engkau mengganggu.” (HR Ahmad)

11. Shalat Tahiayatul Masjid
Sebagai tempat yang mulia, maka setiap kali kaum muslimin memasuki masjid, ia harus memberikan penghormatan kepada masjid dalam bentuk melaksanakan shalat tahiyatul masjid, bahkan meskipun khatib sedang berkhotbah, dalam satu hadits diterangkan,

“ Seseorang masuk ke masjid pada hari Jumat, sedangkan Rasulullah sedang berkhotbah, lalu beliau bertanya, ‘sudah shalatkah kamu? Ia menjawab, ‘Belum. ‘Nabi berkata,’Shalatlah dua rakaat.” (HR. Jabir)

12. Diam Ketika Khotbah Berlangsung
Setiap jamaah yang mengikuti pelaksanaan ibadah Jumat tidak dibenarkan melakukan pembicaraan sepatah katapun kepada sesama jamaah, meskipun maksudnya untuk menegur jamaah lain yang sedang berbicara. Hal ini menunjukkan bahwa para jamaah harus bersungguh-sungguh mendengarkan khotbah Jumat. Rasulullah saw. bersabda,

“Bila engkau katakan kepada temanmu pada hari jumat, ‘Diam,’ sewaktu khotbah, maka sesungguhnya engkau telah menyia-nyiakan (shalat Jumatmu).” (HR Bukhari dan Muslim)

15. Memperhatikan Khatib sedang Berkhotbah
Khotbah Jumat merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari pelaksanaan shalat jumat, karena para jamaah bukan hanya harus mendengar khotbah, tapi sedapat mungkin menatap wajah khatib yang sedang berkhotbah sebagaimana hal itu dilakukan oleh para sahabat, hal ini terdapat dalam Hadits,

“Adi bin Tsabit berkata,’Adalah Nabi saw. apabila telah berdiri di atas mimbar, maka para sahabat (hadirin) menghadapkan muka-muka mereka kepada Nabi saw.’ (HR. Ibnu Majah)

16. Tidak Boleh Meninggalkan Jumat Sampai Tiga Kali
Oleh karena ibadah Jumat merupakan sesuatu yang sangat penting, maka seorang muslim tidak boleh meninggalkannya tanpa uzur syar’i. Yakni halangan yang dibenarkan menurut syariat, seperti sakit, dalam perjalanan, dan sebagainya, apalagi bila tidak melaksanakan shalat sampai tiga kali berturut-turut, maka ia akan dicap oleh Allah swt. Sebagai orang yang lalai dan dipahami juga oleh sebagian ulama sebagai kafir. Dalam hadits diterangkan oleh Rasulullah saw.,

Ibnu Ja’ad adh-Dhamri ra. menerangkan bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,” Barang siapa meninggalkan tiga kali jumat karena menganggap enteng, niscaya Allah mencapkan hatinya.”(HR Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Demikianlah secara umum keutamaan hari Jumat dan hal-hal yang harus kita laksanakan, baik menjelang pelaksanaan shalat, saat berlangsung shalat, maupun setelahnya.

KAIFIYAT KHOTBAH JUMAT

Khotbah jumat merupakan kesempatan yang amat baik untuk memberikan nasihat kepada jamaah dalam rangka peningkatan ketakwaan kepada Allah swt. Khotbah ini menjadi sangat penting dan strategis karena dihadiri oleh jamaah dalam jumlah yang banyak sehingga banyak sekali masjid yang tidak mampu menampung jamaah jumat yang berasal dari berbagai kalangan, baik tua maupun muda, kaya maupun miskin, berpendidikan tinggi maupun rendah, yang berpangkat maupun orang biasa, begitulah seterusnya. Sisi lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah jamaah jumat yang banyak itu semau dalam keadaan suci (berwudhu), mudah-mudahan dari kesucian jasmani itu, dimiliki juga kesucian rohani sehingga mudah bagi mereka untuk menerima dan melaksanakan pesan-pesan dakwah dari seorang khatib.
Agar target khotbah yang hendak dicapai itu bisa terpenuhi, maka disamping kemampuan berkhotbah yang bisa diandalkan dengan kepribadian sang khatib yang baik. Khotbah juga harus dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. yang dalam istilah fiqihnya disebut dengan kaifiyat (tata cara) khotbah. Memahami kaifiyat khotbah jumat menjadi sesuatu yang sangat penting karena khotbah jumat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan ibadah jumat itu sendiri. Berikut ini adalah hal-hal yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh seorang khatib dalam menyampaikan khotbah jumat.

NAIK KE MIMBAR DAN MEMBERI SALAM
Setelah waktu jumat tiba, biasanya ta’mir masjid naik ke mimbar untuk menyampaikan beberapa pengumuman termasuk mempersilahkan khotib naik ke mimbar. Setelah dipersilahkan, khatib harus segera naik ke mimbar dan memberi ucapan salam. Hal tersebut terdapat dalam hadits Nabi saw.

“Jabir meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi saw. apabila naik ke mimbar, maka ia memberi salam (HR Ibnu Maajah).

DUDUK DAN MENDENGARKAN ADZAN
Setelah memberi salam, Khatib duduk di atas kursi atau bangku yang terdapat di atas mimbar, lalu muadzin memperdengarkan azan sebagaimana terdapat dalam hadits Nabi,

“Adalah bilal, biasa azan apabila Nabi saw. duduk di atas mimbar dan ia iqamat apabila Nabi saw. telah turun.” (HR Ah-mad dan Nasa’i)

MEMENUHI RUKUN KHOTBAH
Khotbah jumat tentu saja ada rukun-rukunya yang harus dipenuhi, baik pada khotbah pertama maupun khotbah kedua. Adapun rukun-rukun khotbah itu antara lain mengucapkan hamdalah, syahadatain, shalawat atas Nabi, menyampaikan wasiat takwa, membaca ayat-ayat Al-Quran dan berdoa, khususnya doa memintakan ampun bagi muslim dan muslimah, hal ini dikemukakan di dalam hadits-hadits berikut;

Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi saw. bersabda “ Tiap-tiap pembicaraan yang tidak didahului dengan hamdalah, maka dia itu sia-sia” (HR Abu Daud dan Ahmad)

“Khotbah yang di dalamnya tidak berisikan syahadat seperti tangan yang berpenyakit kusta “ (HR Abu Daud dan Tirmidzi)

“Adalah Rasulullah saw. biasa berkhotbah dengan berdiri dan duduk di antara dua khotbah, membaca beberapa ayat dan memberi nasihat kepada jamaah” (HR Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi).

“Dari Samurah bin Jundab bahwasanya Nabi saw. memintakan ampun bagi mukminin dan mukminat di tiap-tiap jumat.” (HR Daruquthni dengan isnad yang lemah)

MENYAMPAIKAN KHOTBAH DENGAN SINGKAT, PADAT, DAN SUARA YANG LANTANG
Dalam menyampaikan khotbah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada kita untuk berkhotbah dengan waktu yang singkat dengan materi yang padat serta didukung oleh suara yang lantang sebagamana hadits berikut.

“Sesungguhnya Nabi saw. tidak pernah memanjangkan khotbahnya pada hari jumat. Sesungguhnya khotbah itu hanya berisikan kalimat-kalimat yang pendek.” (HR Abu Daud dari Jabir)

“Dari Jabir bin Abdullah bahwa biasanya Rasulullah ketika berkhotbah merah matanya, lantang suaranya, bagaikan seseorang yang sedang marah, seakan-akan komandan pasukan yang memperingatkan agar anak buahnya selalu berlaku waspada pagi dan petang.”(HR Muslim)

IQOMAT BILA KHUTBAH SELESAI
Bila khotib telah selesai menyampaikan khotbahnya, maka muadzin menyampaikan iqomat sebagaimana hadits di atas untuk selanjutnya dilaksanakan sholat Jumat. Sebagian masjid telah memiliki imam tetap yang dapat memimpin sholat setiap saat termasuk sholat Jumat. Namun sebagian yang lain tidak memiliki imam tetap dan biasanya khotib sekaligis diminta untuk menjadi Imam Sholat. Karena itu penting juga bagi para khotib mempersiapkan diri untuk menjadi imam ketika ia menjadi khotib di sebuah tempat/masjid.
Demikianlah tuntunan pelaksanaan khotbah Jumat, semoga kiranya pembahasan ini dapat memberikan pemahaman yang cukup yang dapat menjadikan para peserta kursus khotib di tempat ini menjadi khotib yang handal dan mumpuni.